Melanesiatimes.com, Kota Sorong – Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dispora Parekraf) Provinsi Papua Barat Daya menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Pelaksanaan Standar Usaha Pariwisata Berbasis Risiko. Kegiatan berlangsung selama tiga hari, mulai Senin hingga Rabu, 1—3 Desember 2025, di Hotel Vega Prime Kota Sorong.
Kepala Dispora Parekraf Papua Barat Daya, Yusdi Lamatenggo, yang membuka kegiatan tersebut, menegaskan pentingnya penerapan standar usaha di sektor pariwisata. “Kami ingin memastikan seluruh pelaku usaha memahami bahwa standar usaha berbasis risiko bukan hanya kewajiban administrasi, tetapi juga bagian dari peningkatan kualitas layanan pariwisata,” ujarnya.
Selain itu Ketua Panitia Bimtek, Irman Murafer, menjelaskan bahwa kegiatan ini memiliki dasar hukum yang kuat melalui UU Nomor 6 Tahun 2023, PP Nomor 28 Tahun 2025, dan Permen Pariwisata Nomor 6 Tahun 2025. “Regulasi ini menegaskan kewajiban setiap pelaku usaha memiliki sertifikat standar usaha dalam waktu satu tahun sejak perizinannya terverifikasi. Ini wajib, terutama bagi kategori usaha dengan risiko menengah tinggi,” ucap Irman.
Irman menambahkan bahwa bimtek ini digelar untuk memastikan pemahaman yang benar mengenai pelaksanaan standar usaha. “Tujuan kami adalah membantu para pelaku usaha agar tidak salah langkah dalam memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat,” katanya.
Foto saat peserta sedang menerima materi
Kegiatan ini diikuti pelaku usaha pariwisata dengan tingkat risiko menengah tinggi, seperti hotel, restoran, bar, diskotik, biro perjalanan wisata, serta perwakilan dinas pariwisata kabupaten dan kota.
Pemateri utama dalam kegiatan tersebut, Agus Priyono, turut menyoroti pentingnya standar usaha dalam meningkatkan daya saing daerah. “Jika standar usaha diterapkan dengan benar, maka kualitas layanan meningkat, kepuasan wisatawan naik, dan pada akhirnya berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi daerah,” tutur Agus.
Ia juga menekankan perlunya meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah dalam proses pembinaan dan monitoring. “Pengawasan bukan hanya soal mencari kesalahan, tetapi memastikan pelaku usaha mendapatkan pendampingan yang tepat agar standar yang ditetapkan dapat dipenuhi,” jelas Agus.
Selain meningkatkan kepatuhan pelaku usaha, kegiatan ini juga diharapkan menjadi wadah konsolidasi data terkait risiko kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan usaha pariwisata. Data ini nantinya menjadi rujukan untuk pembinaan lanjutan demi meningkatkan kualitas layanan sektor wisata.
Melalui kegiatan ini, pemerintah daerah berharap sektor pariwisata di Papua Barat Daya menjadi lebih tertata, responsif terhadap risiko, dan mampu memberikan pengalaman terbaik bagi wisatawan. “Kami ingin Papua Barat Daya menjadi destinasi yang aman, nyaman, dan berkualitas,” tutup Yusdi.