Melanesiatimes.com, Kota Sorong – Forum Lintas Suku Orang Asli Papua (OAP) lakukan pertemuan bersama Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Sorong, Papua Barat Daya, menyoroti berbagai persoalan mendasar yang masih menghambat akses pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi masyarakat asli Papua.
Pertemuan ini berlangsung di kantor Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Kota Sorong pada Rabu (15/10/2025).
Forum ini menilai, kesenjangan pendidikan dan rendahnya daya saing tenaga kerja OAP perlu segera ditangani melalui pendekatan terpadu dan berkelanjutan.
Sekretaris Pdt. Ayub Ongge Forum Lintas Suku OAP Papua Barat Daya menjelaskan bahwa masalah utama yang dihadapi generasi muda Papua bukan hanya pada keterbatasan fasilitas pendidikan, tetapi juga pada kualitas dan kesesuaian pembelajaran dengan kebutuhan industri. “Tingginya angka putus sekolah, pengangguran, dan buta huruf menjadi tantangan besar yang harus kita jawab bersama melalui pendidikan vokasi yang inklusif dan kontekstual,” ujarnya
Menurutnya, kesenjangan pendidikan dasar masih menjadi akar dari banyak persoalan. Sebagian besar penduduk usia produktif di Papua Barat Daya belum memiliki ijazah menengah, bahkan masih banyak yang hanya tamat sekolah dasar. Kondisi ini berdampak langsung pada rendahnya kesiapan mereka untuk melanjutkan pendidikan vokasi atau pelatihan teknis.
Selain itu, keterbatasan infrastruktur dan akses menjadi hambatan besar. Wilayah geografis yang sulit dijangkau, minimnya fasilitas sekolah seperti ruang kelas, toilet, dan perpustakaan, serta keterbatasan listrik dan jaringan internet membuat banyak anak Papua tertinggal dalam proses pembelajaran. Di daerah pedalaman, akses transportasi pun masih menjadi kendala serius.
Kualitas pendidikan yang rendah juga dipengaruhi oleh kurangnya tenaga pendidik berkualitas di daerah terpencil. Ketidakhadiran guru di sekolah masih sering terjadi, menyebabkan proses belajar tidak optimal. Akibatnya, mutu lulusan sulit memenuhi standar nasional, apalagi bersaing di dunia kerja yang menuntut keterampilan tinggi.
Forum juga menyoroti maraknya permasalahan sosial seperti penyalahgunaan lem aibon, perjudian togel, dan konsumsi miras di kalangan anak-anak dan remaja Papua. “Ini adalah penyakit sosial yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan harus menjadi solusi utama untuk menyelamatkan generasi muda dari dampak sosial tersebut,” tegas Ongge
Di sisi lain, diskriminasi dan hambatan mental juga menjadi persoalan yang kerap dihadapi oleh siswa OAP. Banyak yang merasa minder dan tidak percaya diri ketika berinteraksi di lingkungan pendidikan atau dunia kerja. Kurangnya dukungan psikologis dan lingkungan belajar yang kurang inklusif membuat mereka kesulitan untuk berkembang secara optimal.
Kurikulum pendidikan yang belum mencerminkan nilai-nilai dan budaya lokal turut memperparah situasi. Materi pembelajaran yang tidak kontekstual dengan kehidupan masyarakat Papua membuat peserta didik sulit memahami dan mengaitkan pelajaran dengan realitas mereka. “Kurikulum harus disesuaikan dengan konteks lokal agar anak-anak Papua merasa memiliki dan termotivasi untuk belajar,” tambahnya.
Masalah lain yang menjadi perhatian adalah minimnya informasi tentang beasiswa dan program dukungan pendidikan. Banyak mahasiswa dan pelajar OAP tidak mengetahui adanya beasiswa seperti KIP Kuliah yang sebenarnya bisa membantu mereka melanjutkan pendidikan. Hal ini menunjukkan perlunya sosialisasi yang lebih masif dan sistem pendataan yang lebih baik.
Di sektor ketenagakerjaan, lulusan SMK atau pelatihan vokasi masih kesulitan memperoleh pekerjaan di daerah asal mereka. Kurangnya lapangan kerja di wilayah kabupaten dan kota membuat banyak lulusan terpaksa merantau untuk mencari nafkah. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya kemitraan antara lembaga pendidikan dan dunia industri.
Forum Lintas Suku OAP menilai bahwa kolaborasi lintas sektor perlu diperkuat. Pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan komunitas lokal harus bekerja bersama dalam merancang program vokasi yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah. Dengan demikian, lulusan tidak hanya memiliki keterampilan teknis, tetapi juga siap pakai di dunia kerja.
Selain itu mewakili Kepala Balai, Kasubag Umum BPVP Sorong Mikabungin Bangalino menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mendorong pemerataan pendidikan vokasi di seluruh wilayah Papua Barat Daya. “Kami ingin anak-anak asli Papua memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, terampil, dan berdaya saing. Pendidikan vokasi adalah jembatan menuju kemandirian dan masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa ada masukan dari Forum Lintas Suku Orang Asli Papua untuk memasukan pelatihan minyak dan gas (Migas) karena minimnya pengetahuan tentang migas.
“Semua masukan dan aspirasi ini akan kami tindak lanjuti kepada pimpinan untuk dipertimbangkan,” tutup Kasubag Umum BPVP Sorong.