Search

Top yang sering dicari:

1. #Le
2. #Legi
3. #Dp
4. #Leg
5. #Legis

Massa, Provokasi, dan Bahaya Kepo: Dari Penonton ke Penjara

Syam Basrijal
Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal.

Melanesiatimes.com – Fenomena kerusuhan yang kerap terjadi di tanah air ternyata tidak selalu berawal dari niat merusak. Banyak peristiwa bermula dari hal-hal sepele, seperti rasa ingin tahu, ikut-ikutan, atau sekadar berada di tengah keramaian.

Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal, menegaskan bahwa perilaku massa yang berubah liar seringkali dipicu oleh lemahnya kontrol diri dalam kerumunan.

“Satu momen kepo bisa menyeretmu dari penonton jadi pelaku, dari pelaku jadi korban, dan korban itu bisa merambah orang lain yang tak bersalah. Jeda diri adalah kunci agar kita tidak hanyut dalam permainan yang menjerumuskan,” ungkap Syam Basrijal dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/8/2025).

Syam menjelaskan, fenomena ini dapat dilihat melalui teori psikologi massa. Menurut Gustave Le Bon, dalam kerumunan individu cenderung kehilangan identitas personal dan melebur ke dalam “jiwa kolektif”. Dalam kondisi ini, daya kritis melemah, kendali moral runtuh, dan rasa tanggung jawab menghilang. Freud menambahkan, norma pribadi sering kali digantikan oleh norma massa yang bersifat sementara. Hal tersebut tampak nyata dalam demonstrasi yang berujung ricuh.

“Dari sekadar berdiri menonton, orang mulai ikut berteriak. Dari ikut berteriak, ia bisa terlibat melempar benda atau merusak fasilitas umum. Ia merasa ‘tak terlihat’ karena dilindungi oleh jumlah. Inilah titik kritis di mana penonton berubah menjadi pelaku tak sengaja,” papar Syam.

Lebih jauh, ia menyoroti dampak besar yang ditimbulkan. Banyak yang hanyut dalam kerumunan justru berakhir sebagai korban—ada yang terluka, ditangkap aparat, hingga dijadikan tersangka meski niat awalnya hanya ingin melihat. “Inilah wajah pahit dari ramai yang menjerumuskan,” katanya.

Tak hanya itu, situasi kacau juga membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk menunggangi arus massa demi kepentingan politik maupun kepentingan lain yang lebih besar. Dalam posisi ini, rakyat tanpa sadar hanya menjadi pion dalam permainan.

Sebagai jalan keluar, Syam menekankan pentingnya jeda diri sebagai bentuk kesadaran individu. Menurutnya, jeda adalah ruang untuk berhenti sejenak sebelum bereaksi.

“Ia bukan pasif, melainkan kekuatan sunyi untuk menimbang langkah. Dengan jeda, seseorang bisa memutus rantai provokasi, menolak hanyut dalam arus, dan menjaga aspirasi tetap murni,” tuturnya.

Ia pun menegaskan bahwa bangsa ini tidak membutuhkan lebih banyak pion yang hanyut tanpa arah. Yang dibutuhkan adalah jiwa-jiwa sadar yang berani menahan diri, berani menolak provokasi, dan berani menjaga tenang di tengah keramaian.

“Karena masa depan Indonesia tidak akan ditentukan oleh siapa yang paling keras berteriak, tetapi oleh siapa yang paling jernih menjaga kesadarannya,” pungkas Syam Basrijal.

Terbaru

[latest_posts limit="5" style="simple" show_date="yes"]