YLKI Kritik Kebijakan Pemblokiran 122 Juta Rekening Dormant oleh PPATK

Melanesiatimes.com – Keputusan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 122 juta rekening dormant alias tidak aktif menuai protes keras dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Sekjen YLKI, Rio Priambodo, menilai langkah itu terlalu terburu-buru dan berpotensi melanggar hak dasar konsumen.
โKami setuju pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme, maupun judi online penting. Tapi jangan sampai caranya mengorbankan hak nasabah yang percaya pada sistem perbankan,โ kata Rio dalam sebuah podcast, Jumat (22/8/2025).
Pemblokiran Dinilai Sepihak dan Tidak Transparan
Rio menilai pemblokiran dilakukan secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada nasabah. Hal ini, menurutnya, melanggar prinsip keadilan prosedural.
โNasabah tidak diberi tahu, bahkan tidak ada literasi keuangan sebelumnya. Akhirnya mereka yang harus membuktikan diri tidak bersalah. Ini sangat memberatkan, apalagi bagi masyarakat kecil atau yang tinggal di daerah,โ ujarnya.
YLKI mendesak PPATK untuk memberi notifikasi sebelum pemblokiran dilakukan, agar konsumen punya waktu untuk memitigasi dampak.
Potensi Kontraproduktif bagi Inklusi Keuangan
Menurut Rio, kebijakan ini bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. โKalau dana bisa dibekukan tiba-tiba, orang jadi takut menabung di bank. Bisa-bisa mereka balik lagi simpan uang di rumah. Ini kemunduran besar bagi inklusi keuangan,โ tegasnya.
YLKI juga mencatat banyak pengaduan dari konsumen, mulai dari kesulitan membayar biaya rumah sakit, kebutuhan darurat, hingga masalah warisan karena rekening keluarga diblokir.
YLKI Minta Transparansi dan Mekanisme Banding
YLKI menekankan perlunya kriteria yang jelas dan transparan dalam pemblokiran rekening. Selain itu, harus ada mekanisme banding yang mudah bagi nasabah.
โKalau memang ingin memberantas judi online, targetnya harus tepat. Rekening dormant kan tidak ada aktivitas keluar-masuk uang. Masa langsung dicurigai?โ tambah Rio.
YLKI juga mengusulkan adanya hotline crisis center untuk membantu nasabah, serta sistem klasifikasi risiko rekening (merah, kuning, hijau) agar kebijakan lebih selektif.
Jangan Korbankan Konsumen di Tengah Pertumbuhan Ekonomi
Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,12% pada kuartal II 2025, Rio menilai kebijakan ini justru berisiko menekan daya beli masyarakat.
โSampai September 2025, kami sudah menerima 500 aduan konsumen. Ini indikasi adanya masalah serius. Jangan sampai kebijakan ini malah bikin daya beli turun,โ jelasnya.
YLKI menegaskan tidak menolak upaya PPATK, tapi mendorong dialog terbuka dengan OJK, perbankan, dan asosiasi konsumen agar kebijakan lebih adil dan tidak merugikan rakyat kecil.