Search

Top yang sering dicari:

1. #Le
2. #Legi
3. #Dp
4. #Leg
5. #Legis

Ketua Komisariat GMNI Fisip UNAMIN Menolak Perusahaan Sawit di Areal Tambrauw

Melanesiatimes.com, Kab.ย Tambrauw โ€“ Ketua Komisariat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Muhammadiyah Sorong (UNAMIN), Alexsander Yenggwir, secara tegas menolak kehadiran perusahaan kelapa sawit PT. FSP Group di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. Penolakan ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers pada Minggu (08/06/2025).

Yenggwir menegaskan bahwa operasi kelapa sawit di tanah masyarakat adat akan membawa dampak negatif yang serius. “Kelapa sawit yang beroperasi di tanah masyarakat adat pasti akan mengalami bencana besar, baik dari segi perubahan iklim maupun polusi,” ujarnya.

Dia mengingatkan bahwa Kabupaten Tambrauw, yang dikenal sebagai kabupaten konservasi, memiliki banyak cagar alam yang masih asli dan perlu dilindungi.

Lebih lanjut, Yenggwir mengungkapkan bahwa masuknya perusahaan kelapa sawit akan menyipit mata pencaharian masyarakat adat dan merusak ekosistem alam. “Kabupaten Tambrauw memiliki cagar alam pegunungan Tambrauw, taman wisata alam Pulau Dua, dan pantai Jamursba Medi yang semuanya terancam,” ungkap Yenggwir.

Menurutnya, dampak dari kehadiran perusahaan tersebut bukan hanya kerusakan lingkungan, tetapi juga akan menggusur kesejahteraan masyarakat adat. “Perusahaan tidak dapat menjamin kesejahteraan masyarakat adat di Papua. Mereka lebih fokus pada logika kapitalisme tanpa mempertimbangkan masyarakat,” tegasnya.

Yenggwir juga mengingatkan pemerintah daerah, termasuk Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Kabupaten Sorong serta Tambrauw, untuk melakukan analisis yang mendalam sebelum mengambil keputusan. “Tindakan harus diambil dengan hati-hati dan tidak boleh terburu-buru,” kata Yenggwir.

Dia menekankan pentingnya perlindungan terhadap masyarakat adat berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Adat. “Pemerintah harus menghormati kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional mereka,” tambahnya, merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang perlindungan hutan.

Yenggwir berharap, seluruh elemen masyarakat adat bersatu dengan aktivis lingkungan untuk menolak keberadaan perusahaan kelapa sawit. “Ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan dan tanah masyarakat adat,” ungkapnya.

Dengan semangat kolaborasi, dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Tambrauw. “Kami harus bersuara dan bertindak untuk masa depan yang lebih baik,” pungkas Yenggwir.ย (Eskop Wisabla)

Terbaru

[latest_posts limit="5" style="simple" show_date="yes"]