Search

Top yang sering dicari:

1. #Di
2. #Dir
3. #Dird

Penista Agama Wakil Gubernur Maluku (Abdulah Vanath) : Firman Allah & Hadits Rasulullah Tidak Manjur Sadarkan Masyarakat Tentang Bahaya Miras

Faisal S Sallatalohy ( Mahasiswa Maluku)

Melanesiatimes.com – Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, saat peresmian Mall Pelayanan Publik di Kabupaten Maluku Barat Daya, mengatakan: firman Tuhan, hadits, dan ayat-ayat dalam Alkitab “sudah tidak manjur lagi” untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya minuman keras lokal (sopi).

Ia juga mengatakan, khutbah para pemuka agama, tidak berhasil menekan angka konsumsi miras tradisional. Oleh sebab itu, cara terbaik adalah menggunakan hukum ekonomi, mengatur distribusi sopi secara terkendali dan terlegitimasi.

Sungguh pernyataan “nyeleneh dan konyol. Sangat tidak pantas dikatakan seorang penjabat wakil gubernur.

Entah dapat inspirasi dari mana, seorang wakil gubernur dengan gampangnya mengatakan: “Firman Tuhan (Firman Allah SWT) & Hadits (Rasulullah SAW)”, termasuk ayat-ayat dalam Alkitab (Kristen) sudah tidak manjur lagi menyadarkan masyarakat agar berhenti mengkonsumsi miras.

Pernyataan seperti itu, bukan hanya pelanggaran etika dan moral birokrasi, tetapi dapat dipandang sebagai bentuk penistaan dan penodaan terhadap ajaran Agama baik Islam maupun Kristen.

Dampaknya, jelas merugikan, melukai aqidah dan perasaan beragama umat Islam dan Kristen, bukan hanya di Maluku, tapi di seluruh Indonesia, bahkan dunia.

Dalam konteks Islam, pernyataan: Firman Tuhan (berarti Firman Allah SWT) dan Hadits (merujuk Rasulullah SAW) sudah tidak manjur lagi menyadarkan orang agar berhenti mengonsumsi miras, jelas bertentangan dengan keyakinan umat Islam yg meyakini bahwa firman Allah adalah petunjuk hidup sempurna, abadi, dan berlaku sepanjang masa.

Frasa “sudah tidak manjur lagi”, dapat dimaknai tidak mujarab lagi, tidak relevan lagi, tidak berguna lagi atau telah gagal dalam konteks kekinian.

Oleh sebab itu, dengan mengatakan Firman Tuhan (Firman Allah SWT) dan Hadits (Rasulullah SAW) sudah tidak manjur lagi, sama halnya dengan mengatakan bahwa Firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW sudah tidak relevan lagi, sudah tidak berguna lagi atau telah gagal dalam konteks kekinian untuk menyadarkan orang-orang agar berhenti mengkonsumsi miras.

Dalam artian seperti ini, pernyataan wakil Gubernur Maluku tersebut jelas mengandung tendensi meragukan, merendahkan, menodai, menghina, menyangkal, bahkan mencela, melecehkan firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW yg juga berarti menghina kesucian ajaran Islam.

Hal ini jelas, melukai perasaan Umat Islam yg meyakini Al-Qur’an adalah wahyu langsung dari Allah yg suci, bijaksana, abadi dan menjadi sumber hukum tertinggi. Demikian pula Hadits Rasulullah yg agung, maha bijaksana dan menjadi sumber hukum utama dalam Islam.

Umat Islam meyakini, bahwa Firman Allah dan Hadits Rasulullah selalu relevan, selalu manjur dan selalu efektif mengatur semua urusan hidup manusia. Bahkan untuk mengatur perkara rendahan- sepele seperti Miras lokal Maluku (Sopi).

Oleh sebab itu, Para ulama menyepakati bahwa siapa pun yg merendahkan, menghina Firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW, memperolok isinya atau menyatakan bahwa ajarannya sudah tidak manjur yg tidak berarti sudah tidak relevan dan tidak berguna lagi, dapat dikategorikan sebagai melakukan kekufuran besar (kufur akbar) dan penistaan terhadap ajaran Islam.

Saya kira, prinsip-prinsip umum dalam aqidah Islam ini, dipahami dengan baik oleh Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath yg juga seorang muslim. Tapi pemahamannya tentang Islam, dalam konteks ini, tidak dipergunakan dengan bijak.

Bahkan konyolnya lagi, hal ini disampaikan secara terbuka di depan umum. Apa maksudnya ? Sadar atau tidak, pernyataan tersebut telah menjadi semacam kampanye negatif yg secara langsung mendiskreditkan ajaran Islam secara terbuka.

Gubernur harusnya memahami, setiap kalimat yg diucapkannya menjadi cerminan publik, sangat signifikan membentuk perasaan dan respon publik. Pasti melahirkan antipati masyarakat yg dapat mengarah pada kegaduhan sosial dan gejolak sosial. Apalagi isu agama, tentu saja sangat sensitif.

Jangan hanya karena ingin meraih simpati publik sebagian kecil masyarakat Maluku Barat Daya yg selama ini memang ingin melegalkan produksi dan peredaran miras lokal (sopi) sebagai indentitas lokal dan keperluan pendapatan secara ekonomis, lalu bertindak konyol mengatakan ajaran Islam tidak lagi manjur.

Ajaran Islam perlu digeser, diamputasi dan tidak dibutuhkan lagi karena sudah tidak manjur menyelesaikan permasalahan produksi dan distrubusi miras lokal. Maka perlu diganti hukum ekonomi pasar yg diyakini lebih efektif daripada ajaran Islam.

Persepsi dan keyakinan konyol !!!

Lebih konyol lagi: katakan peran pemuka agama dalam menyampaikan ajaran Allah dan Rasulullah tidak manjur atasi permasalahan miras. Peran ulama hanya berdakwah, hanya menyampaikan dengan penuh hikmah, mendidik dan mengajak. Selebihnya urusan masyarakat, mau ikut atau tidak.

Sebagai wakil Gubernur, Abdullah Vanath seharusnya mendukung dakwah para ulama, lewat pengetatan regulasi daerah tentang pelarangan, pembasmian dan sanksi pidana bagi pelaku miras.

Bukannya, menyalahkan ajaran Islam dan peran para pendakwah lalu digantikan dengan hukum ekonomi pasar yg justru menjamin legalisasi miras lokal yg justru akan membawa dampak pada penyebaran miras secara resmi dengan berbagai dampak kerusakan yg tidak diinginkan.

Mau ditata, dilegalkan dengan regulasi sebaik apapun, miras tetaplah miras. Bikin mau usia tidak waras, bertindak diluar nalar, rawan kekacauan, konflik sosial, kerusuhan dan sederet dampak buruk lainnya.

Ingat pak wakil Gubernur, pernyataan anda ini mencerminkan persepsi kekuasaan Maluku yg tidak punya etika dan moral keagamaan. Melecehkan Islam secara nyata. Sama halnya memantik kebencian, melemahkan kepercayaan dan dukungan umat beragama terhadap pemerintahan Maluku. Bukan hanya umat Islam, tapi jumlah umat Kristen yg juga anda sebut ayat-ayat Alkitab tidak manjur lagi.

Secara hukum, pernyataan Ini masuk kategori pidana penistaan dan penodaan ajaran agama. Dalam sistem hukum pidana Indonesia, ada Pasal 156 KUHP yg mengatur pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu golongan, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun.

Termasuk Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dan ancaman pidananya bisa berupa hukuman penjara maksimal lima tahun.

Wakil gubernur keblinger, konyol. Asal bacot. Ajaran Islam jauh lebih tinggi, lebih muliah, tak tertandingi oleh apapun. Tidak pantas didiskreditkan lewat kuasa jabatan dan kepentingan dibalik urusan anda yg murahan: berambisi melegalkan perderan miras tradisional sebagai komoditas politik meraih simpati publik.

Legalkan miras adalah Urusan receh yg justru akan membawa dampak kerusakan sosial lebih buruk dibanding manfaat ekonomi yg tidak seberapa. Dasar Wakil Gubernur pola pikir jongkok