Melanesiatimes.com, Kota Sorong – Peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia turut menjadi momentum refleksi bagi kaum perempuan. Hal ini tergambar dalam Seminar Keperempuanan yang digelar di Kota Sorong dengan mengusung tema “Refleksi 80 Tahun Perempuan Indonesia Merdeka” dan subtema “Stop Kekerasan Pada Perempuan”.
Acara seminar ini berlangsung di warung makan Mace Daeng Kota Sorong, Papua Barat Daya pada Sabtu (16/08/2025).
Kegiatan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari pejabat daerah, aparat kepolisian, kejaksaan, hingga insan pers. Diskusi yang berlangsung hangat itu diharapkan mampu mendorong peningkatan peran perempuan serta memperkuat upaya bersama dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Pemateri pertama, Ida Priyanti, selaku Ketua Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Papua Barat Daya sekaligus istri Wakil Gubernur, menekankan pentingnya inovasi dan peran aktif perempuan dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, perempuan merupakan “rahim peradaban” sekaligus madrasah pertama bagi anak-anaknya.
“Perempuan adalah tiang negara. Ia mengandung, melahirkan, membesarkan, dan mendidik generasi penerus. Karena itu, perempuan harus terus memperbaiki diri, menjadi teladan dalam akhlak, serta saling mengingatkan dalam kebaikan,” ujar Ida
Sementara itu, Kanit PPA Polresta Sorong, Ipda Eka Tri Lestari Abusama, mengungkapkan fakta mengejutkan terkait kasus kekerasan seksual di Kota Sorong. Menurutnya, angka kasus tersebut meningkat hingga 60 persen dalam setahun terakhir.
“Banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak dari berbagai jenjang usia. Karena itu, perempuan jangan takut untuk melapor. Jika masyarakat melihat indikasi kekerasan, segera laporkan agar kami dapat mengambil langkah perlindungan,” tegasnya.
Dari unsur penegakan hukum, Kasi Pidum Kejari Sorong, Stevan S.H., M.H., bersama rekannya, Kristin Efelin Siwa, S.H., menegaskan bahwa negara hadir untuk melindungi harkat dan martabat perempuan. Menurut mereka, kejaksaan memiliki mandat sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum, termasuk dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
“Perempuan ibarat leher dan laki-laki adalah kepala. Jika leher patah, maka kepala juga tidak dapat berdiri. Artinya, posisi perempuan sangat penting dalam menentukan arah peradaban bangsa,” jelas Stevan, yang diamini oleh Kristin.
Peran media dalam isu perempuan turut disampaikan oleh jurnalis Sorong Raya, M. Nasir Sukunwatan. Ia menilai, kualitas bangsa sangat dipengaruhi kualitas perempuan. Media, katanya, memiliki peran strategis untuk memberi edukasi, informasi, dan efek jera kepada pelaku kejahatan.
“Ketika perempuan baik, maka negara akan baik. Media hadir untuk memberikan pencerahan, menyuarakan kasus-kasus kekerasan, sekaligus mengingatkan masyarakat agar lebih peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak,” tutur Nasir.
Seminar yang diprakarsai oleh Korps Perempuan HMI (FORHATI) Wilayah Papua Barat Daya itu juga menjadi ajang mempererat silaturahmi antarperempuan. Ketua Korps FORHATI, Fatmawati Tamima, menyampaikan rasa syukurnya atas kelancaran kegiatan ini.
“Alhamdulillah, atas rahmat Allah, acara ini dapat berjalan baik. Tujuan utama kegiatan ini adalah menjaga silaturahmi sekaligus saling menginspirasi, memotivasi, dan mendukung sesama perempuan,” ungkap Fatmawati.
FORHATI Papua Barat Daya saat ini telah membina sembilan komunitas perempuan di berbagai wilayah, mulai dari ibu-ibu di Kokoda Km 8 Kota Sorong, kompleks Malibela, hingga perkumpulan pemuda dan pemudi seperti Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra. Desa-desa binaan tersebut menjadi wadah pembinaan sekaligus pemberdayaan perempuan dan generasi muda.
Dengan adanya forum semacam ini, diharapkan kaum perempuan dapat lebih berdaya, tangguh, dan berani menghadapi tantangan, termasuk kekerasan yang masih menjadi ancaman nyata. Para narasumber sepakat, perlindungan perempuan bukan hanya tugas individu, tetapi juga tanggung jawab negara, aparat, media, dan masyarakat.
Seminar Keperempuanan ini menutup rangkaian acara dengan semangat kebersamaan. Semua pihak menyerukan tekad yang sama: menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta memastikan peran strategis perempuan dalam membangun peradaban bangsa.